Pelacur lokal di Legian lebih suka dikencani bule

Flexslider

» » » Pelacur lokal di Legian lebih suka dikencani bule

Pelacur lokal di Legian lebih suka dikencani bule

Pelacur lokal di Legian lebih suka dikencani bule
Ilustrasi Prostitusi. ©2014 Merdeka.com
Merdeka.com - Bali menjadi surga para pelancong baik lokal maupun mancanegara. Pantai dan keindahan alam Bali yang eksotik memiliki daya tarik tersendiri.

Saban pagi hingga sore menjelang, pelancong bule mulai berjemur di Pantai Kuta. Mereka hanya mengenakan celana dalam dan kutang. Ada juga yang tidur berjemur tanpa menggunakan bra dengan posisi tengkurap. Aktivitas seperti itu sudah biasa di Bali.

Namun di balik sisi Eksotiknya, Bali juga menyimpan masalah sosial. Sejak menjamurnya para pelancong, prostitusi juga mulai menjamur di tempat ini. Seperti misalnya daerah Nusa Dua, di sana para pemburu birahi dimanjakan wanita lokal dalam akuarium.

Pelacur-pelacur asal Indonesia itu menjadi buruan para pelancong bule maupun Timur Tengah. Satu jam tarifnya bermacam-macam. Mulai dari Rp 200 ribu hingga Rp 500 ribu.

"Kalau di Nusa dua Rp 500 ribu," kata Lana, 30 tahun sopir taksi merangkap calo pelacur di Legian saat berbincang dengan merdeka.com, Senin dini hari lalu.

Lana lantas menawarkan pelacur lokal di Legian. Tarifnya Rp 400 ribu satu jam atau sekali kencan. Dia menjamin pelacur dagangannya belum pernah ditiduri oleh turis bule. Usianya pelacur tersebut 20 sampai 22 tahun.

"Saya nggak ambil disini, ada nggak jauh dari sini hanya 10 menit. Tinggal pilih dalam mobil, kalau nggak cocok tidak apa-apa," ujarnya menawarkan.

Lana mengakui jika di pelacur di kawasan Legian memang tidak cocok bagi orang Indonesia. Selain bekas ditiduri turis bule, pelacur lokal itu juga jarang berminat dengan orang Indonesia. Alasannya masuk akal, orang Indonesia beda ukuran dengan orang bule.

Selain Lana, Gede, 50 tahun juga merupakan calo pelacur lokal di legian. Dia mangkal untuk menjual jasa ojek tidak jauh dari Padies Pup. Sampingannya menjadi calo pelacur lokal. Bagi Gede, dia tidak memungkiri jika pelacur lokal di Legian memang sudah tidak lagi seorsinil aslinya.

"Kalau disini memang semuanya bekas Bule," kata dia.

Omongan Lana dan Gede memang bukan isapan jempol jika kebanyakan pelacur lokal lebih doyan dengan bule. Selain berkantong tebal, 'milik' mereka juga diyakini besar. Seperti penelusuran merdeka.com di Legian. Lima orang pelacur sejak pukul 12.00 WITA berdiri di samping tembok dekat sebuah kelab. Mereka menanti bule keluar dari kelab itu. Dengan senyum manis dan pakaian serba seksi, mereka merayu setiap Bule lelaki melintas.

Selain menawarkan diri, pelacur itu juga dijajakan oleh calo di sepanjang Legian. Wina, salah satu pelacur menawarkan jasa menjualkan diri selama satu jam Rp 500 ribu. Dia ogah untuk menurunkan harga, meski beberapa bule memintanya Rp 400 ribu untuk sekali kencan.

"Rp 500 mau nggak," katanya saat dirayu.

Share

You may also like

Berita