Tujuh remaja berumur 13-16 tahun di Kelurahan Manggarai, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, masuk dalam jaringan prostitusi yang dimotori tetangga mereka, Dede. Dede menghubungkan remaja ini dengan pemesan. Kegiatan ini terbongkar polisi pekan lalu dan Dede dijadikan tersangka.
Di tempat tinggal mereka para remaja ini saling kenal dan merupakan
teman bermain. Mereka akrab sejak awal karena sama-sama tumbuh di situ.
Rumah mereka berada di dalam gang di samping pusat perbelanjaan Pasaraya
Manggarai. Sebagian besar penduduknya adalah warga lama. Sebagian rumah
ada yang dikontrakkan dan ada yang dijadikan rumah kos. Beberapa rumah
kontrakan dihuni warga setempat yang semula menempati rumah orangtua
mereka.
Jun, orangtua K, yang juga menjadi korban, mengaku tak tahu persis
hal yang membuat anaknya masuk dalam lingkaran itu. Jun menduga putri
pertamanya itu terseret dalam pergaulan yang mendewakan hidup enak dan
nyaman tanpa harus kerja dengan teman-teman sebayanya di kampung
tersebut.
Sebelum kasus ini terbongkar, Jun tidak mengetahui jaringan itu. Dari
pengakuan anaknya, K baru satu kali terlibat dalam jaringan tersebut,
sementara sosok Dede tidak terlalu dikenal. ”Saya tidak mengenal Dede
karena dia baru empat bulan pindah ke rumah mertuanya di sini,” ujar
Jun, Rabu (26/1/2011).
Di sekitar rumah, K dikenal sebagai remaja yang cantik. Oleh karena itu, sejumlah remaja pria tertarik dan kerap menggoda K.
Dari sisi finansial, Jun mengaku selama ini memberikan uang saku
kepada K. ”Seluruh kebutuhan K juga saya bayari. Namanya juga anak
sendiri,” kata Jun. Hal senada disampaikan DD, yang juga orangtua korban Y. DD, yang
tukang ojek, dan istrinya, yang membuka warung, saban hari memberikan
uang saku Rp 30.000 untuk Y. Artinya, keuangan untuk sekedar jajan dan
nonton film atau jalan jalan ke Mall bukan menjadi halangan bagi
anak-anak ini karena mereka masih dibiayai oleh orangtua masing-masing.
Yuni, warga setempat, yang juga mempunyai putri kelas V SD, khawatir
dengan kejadian itu. ”Lantaran ini kampung kecil, pergaulan anak-anak
juga mencampur. Saya khawatir anak akan terpengaruh. Apalagi, kejadian
seperti yang sudah terungkap itu tidak diketahui sebelumnya sampai ada
penangkapan oleh polisi,” kata Yuni.
Terjunnya remaja ke dunia prostitusi bukan hanya di Manggarai. Ria
(16) mengaku sekitar dua tahun terjun ke dunia pelacuran. ”Dibilang
malu, ya malu ya nggak malu juga sih. Tapi, dari (melacur) itu saya
dapat uang dan kenikmatan sekaligus. Bisa beli baju, sabun mandi yang
wanginya enak, terus ngerasain tidur di hotel bagus juga dan bisa
berteman dengan banyak orang kaya juga” kata Ria yang tinggal di Lenteng
Agung, Jakarta Selatan, Rabu.
Seperti remaja pada umumnya, Ria tampil modis, energik, dan ceria
dengan celana jeans ketat model pensil, sepatu kanvas, dan baju kaus pas
di badan. Ia berbicara ceplas-ceplos. Awalnya ada sedikit keraguan saat
akan bercerita tentang hidupnya. Namun, semakin lama berbincang, dia
semakin terbuka.
Ria resmi menjajakan diri sekitar umur 13 tahun. Bapak ibunya
bercerai sejak ia masih kanak-kanak dan Ria kecil lebih banyak diasuh
neneknya di Pondok Ungu, Bekasi.
Gadis berkulit putih ini mengatakan sempat sekolah sampai kelas VI
SD, tapi tidak lulus. Kebetulan dia memang sering bermain bersama anak
lelaki di sekitar tempat tinggal neneknya. Suatu hari saat nongkrong
bersama teman, sebut saja A, datang dan meminta Ria menemani kenalannya
dengan bayaran Rp 200.000.
Pengalaman pertama menemani lelaki hidung belang itu ternyata tidak
terlalu buruk baginya. ”Sakit memang namanya juga masih perawan, tetapi
orangnya baik, mau ngertiin kalo saya belum tahu caranya. Dia sempat
beberapa kali bertemu lagi dengan saya setelah pertemuan pertama itu.
Yang terakhir, dia ngasih Rp 1 juta. Banyak banget. Langsung dibeliin
HP,” tutur Ria lagi.
Sejak itu Ria menjajakan diri sendiri atau melalui perantara A.
Peralatan make up, pakaian, telepon seluler, dan walkman dengan mudah
dibelinya. Namun, Ria tidak pernah bisa menabung karena hidupnya boros
dan suka bersenang-senang. Hidupnya bergulir hingga di pertengahan 2009
lalu terjaring razia yang membawanya ke pusat rehabilitasi di sebuah
panti sosial di Jakarta Timur.
Tiga bulan berada di panti tak menghalangi Ria untuk melacur lagi.
Awal 2010 Ria terjaring razia dan kembali menghuni panti yang sama. Di
panti ini ia diajari menjahit dan keterampilan lain. Cerita hidupnya
menjadi berbeda ketika akhirnya bertemu Indah (40), seorang karyawati di
kantor pemerintahan yang memfasilitasi Ria bisa lanjut sekolah.
Ria mengaku mencoba mengikuti arahan Indah dan selama sekitar enam
bulan ini sangat menikmati hidup barunya meskipun harus bekerja keras.
Namun, ia mengaku belum pasti soal masa depannya