Saran para cendekiawan Muslim: Hukum Syariah ‘Hudud’ Pun Harus Diberlakukan Terhadap Non Muslim
Menurut
para panelis, membebaskan non Muslim dari hukuman yang diberlakukan
untuk orang Muslim akan menciptakan sistem yang tidak adil, yang akan
mengganggu kedamaian, dan meniadakan tujuan mula-mula dari hudud itu
sendiri.
“Pantaskah
Ah Chong mendapatkan hukuman yang lebih ringan daripada Ahmad, walaupun
mereka berdua melakukan kejahatan yang sama? Jika seperti itu
keputusannya, dimanakah keadilan?”, kata ulama terkenal Dr. Mohd. Asri
Zainal Abidin.

Ulama
Islam Malaysia, Dr Mohd Asri Zainal Abidin ketika berbicara dalam
sebuah forum hudud di Karangkraf – Shah Alam pada 7 Mei 2014
SHAH ALAM, 7 Mei –
Orang non Muslim tidak boleh dilepaskan dari hukuman hudud yang berat
jika hukum Islam yang kontroversial diimplementasikan di Malaysia, saran
para cendekiawan religius dalam sebuah forum yang mendiskusikan hal itu
hari ini.
Menurut
para panelis, membebaskan non Muslim dari hukuman yang diberlakukan
untuk orang Muslim akan menciptakan sistem yang tidak adil, yang akan
mengganggu kedamaian, dan meniadakan tujuan mula-mula dari hudud itu
sendiri.
“Pantaskah
Ah Chong mendapatkan hukuman yang lebih ringan daripada Ahmad, walaupun
mereka berdua melakukan kejahatan yang sama? Jika seperti itu
keputusannya, dimanakah keadilan?”, kata ulama terkenal Dr. Mohd. Asri
Zainal Abidin.
“Saya
tidak sependapat dengan keputusan Kelantan. Saya setuju dengan Brunei
... kita harus menerapkan hukum itu (Syariah) kepada semua orang”.
Negara Brunei yang kecil dan kaya minyak itu mengeluarkan hukum hudud tahun lalu dan akan mulai melaksanakannya tahun ini.
“Bahkan
non Muslim juga harus mendapat hukuman hudud seperti orang Muslim ...
hudud dimaksudkan untuk menjaga kedamaian. Bagaimana anda dapat
melakukannya jika non Muslim dapat memilih hukuman mereka sendiri?”,
kata Dr. Mushaddad Abdullah, dari Institut Wasatiyyah Malaysia, yang
didukung Putrajaya.
Mushaddad
mengklaim jika penjahat diberikan pilihan, bahkan seorang penjahat
Muslim akan mengaku sebagai non Muslim untuk menghindari hukuman hudud.

Pada
tahun 1993, pemerintah PAS mengeluarkan Undang-undang Kriminal Syariah
Kelantan (Kelantan Shariah Criminal Code Enactment – II), yang
mengijinkan untuk memberlakukan hukuman Islam yang ketat di negara itu.
Tetapi hukum itu belum diimplementasikan.
Hukuman
hudud dalam undang-undang Kelantan eksklusif untuk Muslim, dan deputi
mentri negara bagian tersebut, Datuk Mohd Amar Nik Abdullah membela
disparitas hukuman antara Muslim dan non Muslim.
“Itu
adil ... karena seorang Muslim telah memilih keyakinannya. Ketika ia
memilih Islam, ia memilih seluruh pengajaran Islam, termasuk
hukum-hukumnya”, kata Mohd Amar.
Walau
ada orang-orang Muslim di Malaysia yang mualaf, kebanyakan orang Muslim
disana adalah karena kelahiran (dilahirkan sebagai Muslim).
Keluar
dari Islam di negara tersebut hampir-hampir tidak mungkin, dan
mengimplementasi hudud di Kelantan akan menjadikan murtad sebagai
kejahatan yang diganjar hukuman mati.
Di
bulan April, Mohd Amar menjelaskan bahwa Kelantan berencana untuk
mengimplementasikan sebuah konsep hukum hudud yang “terbuka” di negara
itu, yang memberikan non Muslim disana pilihan untuk hidup sesuai hukum
kontroversial Islam atau tidak.
Sebagai
respon, deputi presiden MCA Datuk Dr. Wee Ka Siong menunjukkan hari ini
bahwa kejahatan di bawah hudud kebanyakan telah dicakup oleh hukum
sipil yang sudah ada sekarang, dan lebih jauh lagi nampaknya seorang non
Muslim tidak akan memilih hudud.
PAS
kini berusaha mendapatkan persetujuan parlemen untuk menerapkan hudud.
PAS berencana mengajukan dua rancangan undang-undang ke parlemen. Yang
pertama untuk mendapatkan persetujuan untuk hukuman non konvensional,
yang beberapa diantaranya adalah untuk pelanggaran-pelanggaran yang
telah tercakup dalam “Penal Code”. Yang kedua berusaha untuk memperkuat
pengadilan-pengadilan Syariah untuk menangani hukuman-hukuman non
konvensional.
Berdasarkan
undang-undang yurisdiksi pengadilan Syariah tahun 1965 (Shariah Courts
[criminal] Jurisdiction Act 1965), pengadilan Islam tidak dapat
menghukum pelaku kejahatan lebih dari 3 tahun penjara atau mendenda
mereka lebih dari RM 5.000; pengadilan juga tidak dapat menghukum pelaku
kejahatan dengan hukum cambuk lebih dari 6 kali.